Catatan Jujur dari Reseller Pemula yang Baru Coba Teknik Broadcast Pertama Kali
Kita sering berpikir: “Kalau broadcast jualan di WhatsApp, nanti dianggap spam nggak, ya?”
Atau malah takut: “Nanti nggak ada yang respon, terus aku malu sendiri.”
Tenang. Kamu tidak sendirian.
Itu juga yang dirasakan oleh Arum, reseller baru yang akhirnya memberanikan diri kirim broadcast pertamanya. Bukan tanpa ketakutan. Tapi justru di situ letak pelajarannya.
🧠 1. Takut Dinilai “Mengganggu” Itu Wajar, Tapi Jangan Jadi Alasan untuk Diam
Arum menghabiskan waktu 2 hari hanya untuk menyusun kata-kata broadcast-nya. Ia bolak-balik mengedit, menghapus, lalu mengetik ulang. Bukan karena caption-nya sulit, tapi karena rasa takut dinilai negatif oleh kontak-kontaknya sendiri.
“Aku sempat kepikiran… ‘nanti orang mikir aku lagi butuh banget duit’, atau ‘kok tiba-tiba jualan sih?’. Tapi ya kalau nggak mulai, kapan bisa tahu hasilnya?” — Arum
Akhirnya, dengan jantung berdebar, Arum menekan tombol kirim ke 53 kontak.
💬 2. Respons Pertama: Hening. Lalu… Muncul Suara Kecil
Setelah mengirimkan pesan, tidak ada balasan selama 15 menit pertama. Arum hampir menghapus pesannya. Tapi 20 menit kemudian…
Satu balasan masuk:
“Wah, ini lucu juga ya. Ada warna lain?”
Meski hanya satu, tapi itu cukup untuk membuat rasa percaya dirinya tumbuh sedikit. Rasanya seperti menemukan cahaya kecil di ruang gelap.
Broadcast pertamanya tidak viral. Tidak laku keras. Tapi dia tahu satu hal penting: ada yang baca, ada yang tertarik, dan itu cukup untuk lanjut.
🌀 3. Reaksi Tidak Akan Seragam, Tapi Kamu Hanya Perlu 1% yang Respon
Dari 53 orang:
- 1 langsung tertarik
- 4 memberikan respon netral
- Sisanya… tidak menjawab sama sekali
Tapi, Arum menyadari satu hal penting:
“Bukan semua orang yang harus beli. Tapi aku harus jadi orang yang terus menyapa dengan cara yang tidak maksa.”
Karena jualan itu bukan tentang membujuk orang yang belum siap, tapi menyentuh orang yang sudah diam-diam butuh tapi belum tahu harus beli ke siapa.
🎯 4. Tips Psikologis dari Arum untuk Kirim Broadcast Pertamamu
Berikut beberapa pelajaran dari pengalaman Arum yang bisa kamu tiru, terutama dari sisi mental dan komunikasi:
✅ a. Tuliskan broadcast seperti kamu ngobrol, bukan seperti brosur
Alih-alih berkata:
“PROMO SPESIAL!!! DISKON HARI INI SAJA!!!”
Lebih baik sapa dengan nada hangat:
“Hai, aku lagi belajar jualan nih… iseng sharing produk yang aku jual, siapa tahu kamu butuh. Makasih banget udah baca 🙏”
✅ b. Jangan berharap semua orang respon. Fokus ke yang nyimak.
Respon diam juga bukan penolakan. Bisa jadi mereka baca, tapi belum butuh. Broadcast itu bukan untuk jualan instan—tapi untuk mengisi ruang sadar mereka tentang kehadiranmu.
✅ c. Lakukan dengan ritme yang manusiawi
Arum hanya broadcast seminggu sekali, dengan variasi isi: kadang produk, kadang testimoni, kadang hanya cerita pengalaman pribadi. Ini membuat orang merasa dekat, bukan terganggu.
🧠 5. Konsistensi yang Pelan Tapi Dalam: Itu Kunci Psikologinya
Kamu tidak butuh jadi penjual agresif. Justru pembeli zaman sekarang lebih suka penjual yang:
- Tidak memaksa
- Memberi nilai lewat pesan yang ringan
- Tidak jualan terus, tapi kadang hanya menyapa
Broadcast adalah cara menjaga kehadiran, bukan mengejar penjualan. Dan ketika orang merasa kamu “nyata” dan bukan sekadar jualan, mereka akan lebih terbuka suatu saat nanti.
🌱 Penutup: Kamu Tidak Perlu Jago, Kamu Hanya Perlu Tulus dan Coba
Teknik broadcast bukan hanya soal kata-kata. Tapi tentang keberanian menyapa, dan membangun hubungan pelan-pelan.
Jangan ukur hasil dari 1 kiriman. Ukurlah dari kemajuan mentalmu sendiri setiap kali kamu mengalahkan rasa takut dan tetap kirim.
Seperti Arum bilang:
“Yang bikin aku lanjut, bukan karena langsung dapet pembeli. Tapi karena aku merasa: aku bisa kok ngomong baik-baik, tanpa harus jadi orang lain.”
Kalau kamu juga masih ragu broadcast, simpan dulu pesan ini:
Kirim dengan hati, bukan demi cuan instan. Yang penting, kamu hadir.